Karya Siswa : Cerpen

 Kembali dari Kegelapan

Karya : Alhayu Navisa Nuha

Cover : Kembali dari Kegelapan

Dalam perkembangannya, remaja banyak mengalami perubahan emosional, kognitif, dan psikologis. Salah satunya adalah rasa ingin tau yang tinggi terhadap berbagai hal. Ini adalah kisah Natan, seorang anak SMA yang periang dan penuh rasa ingin tahu. Ia selalu menjadi moodmaker di kelasnya, membuat teman-temannya merasa nyaman berada di dekatnya. Di sekolah, Natan dikenal sebagai sosok yang cerdas, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan selalu memiliki senyum lebar di wajahnya. Namun, seperti kebanyakan remaja seusianya, Natan sering kali merasa penasaran dengan berbagai hal baru.

 

Suatu hari, saat istirahat di pojok sekolah, Natan diajak berbicara oleh temannya, Theo. Temannya yang satu ini memang agak misterius,  ia menawarkan sebutir pil kecil dengan senyum tengil di wajahnya. Nampak mencurigakan bagi Natan.

“Natan, coba nih. ‘Happy pil’, bisa bikin siapapun ngerasa bahagia.” kata Theo sembari menyodorkan pil itu.

Natan tersentak. Pil yang disodorkan kepadanya memang terlihat normal, berwarna warni seperti permen dan memiliki motif smiley. Awalnya Natan sangat ragu menerima tawaran Theo, tetapi rasa penasaran yang besar mendorongnya untuk bertanya lebih lanjut.

“Apa itu, Theo? Aku kan ga lagi sakit. Lagian gimana caranya obat bisa bikin bahagia?” tanya Natan, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

Theo menjelaskan dengan santai bahwa pil itu bisa memberikan efek kebahagiaan instan, membuat orang merasa ringan dan bebas dari masalah. "Banyak orang yang suka, kok. Gak ada yang tahu. Percaya sama gue deh, lo nggak bakal nyesel!" kata Theo meyakinkan.

Dengan rasa penasaran yang menggelora, Natan akhirnya mencoba pil tersebut. Tak butuh waktu lama, Natan merasakan rasa bahagia yang membuncah dalam dirinya. Tubuhnya terasa lebih ringan, seperti sedang terbang! Bahkan semua masalah terasa hilang seketika. Sejak saat itu, Natan mulai mengonsumsi pil itu setiap hari, berharap bisa terus merasakan kebahagiaan yang instan.

 

Namun, kebahagiaan yang dirasakan Natan tentu tak berlangsung lama. Semakin sering ia mengonsumsi pil itu, semakin besar ketergantungannya. Tanpa pil itu, Natan merasa cemas, marah tanpa sebab, sulit berkonsentrasi, bahkan ia mulai sering melukai dirinya sendiri. Prestasinya yang sebelumnya cemerlang di sekolah mulai merosot drastis. Teman-temannya mulai khawatir, namun Natan tidak peduli. Yang ia tahu, hanya bahwa pil itu memberikan rasa bahagia untuknya, meskipun sesaat.

Hari demi hari, tubuh Natan semakin lemah. Tanpa pil, ia merasa seperti mayat hidup. Ia merasa hampa, tak ada semangat, dan emosinya sering kali tidak terkendali. Natan yang dulu benar-benar sudah hilang. Natan mulai menjauh dari orang-orang yang peduli padanya, termasuk Bundanya, yang bekerja keras sebagai seorang single mother.

 

Suatu hari, ketika Natan sedang sakaw dan gelisah di rumah, Bunda, yang terpaksa jarang menemani Natan di rumah karena tuntutan pekerjaan, pulang lebih awal. Sang Bunda bersenandung kecil, ia sangat merindukan putra kesayangannya itu. Namun ada yang aneh, beberapa kali ia panggil, Natan tak kunjung menyahuti. Kemana pula anak semata wayangnya itu, pikir Bunda dengan perasaan gelisah. Saat tengah melewati kamar Natan, ia berteriak histeris menemukan Natan terbaring lemas di atas kasur, wajahnya pucat, dan tubuhnya gemetar. Ia yakin, pasti ada sesuatu yang aneh dengan anaknya!

 

“Natan, kamu kenapa nak?” tanya Bunda dengan cemas.

 

Natan yang sedang dalam kondisi terburuk merasa tidak bisa menahan perasaannya lagi. Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia menggeleng lemah dan akhirnya memantapkan perasaannya untuk mengaku.

Bunda... M-maafin aku... Aku terjerumus... narkoba. Aku nggak tahu harus gimana lagi. Aku nggak bisa berhenti. A-aku sudah coba berhenti, tapi tubuh Natan sakit semua Bunda...racau Natan dengan suara serak sembari gelagapan menunjukkan semua bagian tubuhnya yang terasa mengerikan.

Bunda tertegun, serasa dunianya runtuh seketika. Ia merasa bersalah karena selama ini terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak menyadari perubahan pada anaknya.

 

"Kenapa kamu nggak bilang apa-apa, Nak? Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu sudah terjerumus sejauh ini? Bunda merasa gagal, ngebiarin kamu tersiksa kaya gini. Maafin Bunda ya, Natan." ujar Bunda sambil menangis, merangkul Natan dengan penuh kehangatan.

Natan sangat menyesal. Ia tahu Bunda telah berjuang mati-matian untuk menghidupi mereka berdua, tapi ia malah terjerumus dalam hal yang bisa menghancurkan masa depannya.

 

Dengan dukungan Bunda, Natan memutuskan untuk menjalani rehabilitasi. Selama tiga bulan, Natan berjuang melawan ketergantungannya. Ia belajar untuk mengenal diri sendiri dan menemukan kembali semangat hidup yang sempat hilang. Proses tersebut tidak mudah, tentu banyak tantangan, godaan, dan perasaan bergejolak yang harus dihadapi, tetapi Natan bertekad untuk sembuh demi Bunda.

Tiga bulan kemudian, saat akhirnya ia selesai menjalani rehabilitasi, Natan menghadap Bunda dengan penuh keyakinan.

 

Bunda, Natan janji. Natan nggak akan pernah lagi menyentuh narkoba. Aku tahu aku nggak bisa hidup tanpa Bunda di sampingku, dan aku nggak akan menghancurkan masa depanku lagi.” kata Natan dengan suara tegas.

Bunda tersenyum, meskipun matanya masih basah oleh air mata. “Bunda bangga sama kamu, Nak. Kamu sudah memilih jalan yang benar. Bunda akan selalu ada untukmu.”

 

Sejak saat itu, Natan berusaha keras untuk membangun hidupnya kembali. Ia belajar dengan giat di sekolah, menjaga hubungan dan reputasi dengan teman-temannya, dan yang terpenting, ia selalu mengingat janji yang ia buat kepada Bunda. Meskipun terkadang godaan datang, Natan tahu bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari Narkoba, melainkan dari keberanian untuk mengatasi tantangan hidup dan menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hi, Welcome to Our Class!

Video Literasi : Mencegah Narkoba